Gelombang laut tak henti menghantam tubuh lelah bocah laki-laki itu. Ia menggigil, menahan dingin dan ketakutan. Di tangannya, ia erat memeluk jasad sang ayah—satu-satunya orang yang selalu menjaganya sejak kecil. Tragedi tenggelamnya KMP Tunu menyisakan luka mendalam, terutama bagi bocah malang itu yang menjadi saksi langsung detik-detik terakhir sang ayah.
Nelayan setempat yang ikut membantu evakuasi tak kuasa menahan haru saat menemukan mereka. “Anaknya terus menggenggam jasad bapaknya, tidak mau dilepas,” ungkap salah satu nelayan. Mereka segera menarik keduanya ke atas perahu. Bocah itu menangis tersedu, masih belum sepenuhnya sadar bahwa ayahnya sudah tiada.
Menurut kesaksian para penyintas, kapal mulai oleng saat angin kencang dan ombak besar menerjang. Penumpang panik, dan sebagian melompat medusa88 ke laut tanpa pelampung. Sang ayah, dalam kepanikan, lebih memilih menjaga anaknya tetap terapung meski dirinya sendiri kelelahan. Ia memeluk anak itu erat-erat sambil berusaha mengapung bersama di tengah laut lepas.
Namun, tenaga sang ayah akhirnya habis. Ia meninggal beberapa jam sebelum tim penyelamat tiba. Meski begitu, dekapan terakhirnya berhasil menyelamatkan sang anak.
Kisah ini menjadi potret pilu sekaligus mengharukan dari tragedi KMP Tunu. Ia bukan hanya menunjukkan kepedihan akibat kelalaian transportasi laut, tetapi juga kekuatan cinta orang tua yang rela mengorbankan nyawa demi anak tercinta. Kini, sang bocah dirawat di rumah sakit dan mendapat pendampingan khusus. Kisahnya menjadi pengingat: keselamatan transportasi bukan sekadar angka, tetapi soal nyawa dan cinta.